Selain kualitas api, timing
pengapian sangat mempengaruhi dalam pencapaian power maupun torsi yang
optimal. Meski dapur pacu sudah dioprek ekstrem (termasuk bore-up),
settingan mesin tepat, namun titik pengapian di tiap putaran mesin belum
pas, hasilnya belum tentu bisa maksimal.
BANYAK FAKTOR
Makanya di kuda pacu kompetisi, mekanik
umumnya mengganti otak pengapian yang timingnya bisa dimapping ulang
atau sering disebut CDI programmable. Minimal pakai CDI model fiks yang
kurva pengapiannya sudah diubah lebih advance di beberapa titik putaran
mesin.
“Tapi hasilnya akan lebih baik lagi kalau
pakai CDI programmable. Karena korekan mesin tiap motor beda-beda.
Sehingga timing pengapiannya belum tentu sama atau pas dengan kebutuhan
mesin jika pakai CDI tipe fiks,” kata Suar, mekanik BRT Racing.
Sebab, masih kata Suar, banyak faktor
bisa pengaruhi timing pengapian. Misal kompresi, korekan (termasuk
pembesaran kapasitas silinder) atau portingan mesin, ubahan kem, jetting
karbu hingga pemakaian bahan bakar.
Toh, CDI model ini (programmable) untuk
skutik sudah cukup banyak di pasaran. Paling mudah ditemui merek BRT
tipe I-Max. Tertarik mengaplikasinya di skutik bore-up Anda? Tenang,
Suar mau bagi-bagi tips buat mapping timing pengapiannya. Khususnya
untuk Mio bore-up 150 cc.
Sebab dari hasil riset yang ia lakukan
pada skutik Garputala dengan pembesaran kapasitas segitu, berhasil
mengerek tenaga mesinnya hingga 14,6 dk dengan torsi mencapai hampir 13
Nm. Tanpa mengatur ulang timing pengapiannya, mungkin hasilnya tidak
akan mencapai segitu.
Tapi sebelum memasuki tahap ini
(remapping), pastikan settingan mesin sudah pas dulu. Dan untuk mendapat
hasil lebih mantap lagi, sebaiknya penyetelan timing dilakukan sembari
motor didyno. Karena perubahan tenaga dan torsi bisa ketahuan lewat
grafik dynonya. Sehingga di mana letak kekurangannya, bisa akurat
terlacak lalu diperbaiki timing pengapiannya.
Beda korekan, mapping-nya juga akan beda
“Tapi bisa juga kok tanpa dyno alias
diuji langsung dengan cara merasakan akselerasi motor. Asalkan si joki
peka mencermati di putaran berapa lari motornya terasa kurang,”
tukasnya. Oh iya, soal pilihan CDI BRT I-Maxnya, kata Suar cukup tebus
NEO I-Max 16 step seharga Rp 860 ribu.
Pada CDI ini, kurva pengapian bisa
setting per 100 rpm. Kurva bawaannya untuk Mio standar di putaran 2.500
rpm disetting oleh PT Trimentari Niaga selaku produsennya di titik 32º
sebelum TMA. Lalu beranjak ke 3.000 hingga sebelum 5.000 rpm, timingnya
diset lebih maju 1º, yakni jadi 33º sebelum TMA. Kemudian di 6.000
sampai 6.700 rpm dibikin lebih maju 2º (jadi 35º).
Naik ke 6.800 – 7.000 rpm, timing diset
36º. Lalu di 7.100 dimundurin lagi 1º (jadi 35º). Sedang di 7.200 –
7.400 dibikin 36º, 7.600 rpm 34º, 7.700 – 9.000 rpm 35º, 9.200 hingga
limit putaran diset 34º.
Sementara buat Mio bore-up 150 cc
dengan spek piston BRT hi-dome berdiameter 57,25 mm, rasio kompresi
12,5:1, kem custom berdurasi 270º, klep in/out 27/25 mm dibarengi
porting inlet dan exhaust plus pakai bahan bakar Pertamax Plus buat
kompetisi matic race sebagai berikut.
Hingga putaran 2.500 rpm, timing diset
30º sebelum TMA. Lalu di 3.500 – 9.000 rpm dimajukan jadi 38º. Sementara
masuk ke 9.500 – 10.000 dibikin 37º, lalu di 10.300 – 12.800 diset 36º.
Sedang di 14.000 rpm dan seterusnya dimundurin lagi jadi 35º. “Ini
hanya untuk acuan saja. Untuk korekan harian, mungkin timingnya tidak
segitu. Tinggal diubah sampai didapat hasil maksimal,” wanti Suar.
Untuk penyetelan secara konvensional
(tanpa dyno), lanjut Suar, patokan penyetelan timing di putaran bawahnya
bila motor motor dirasakan kurang mengentak, yakni mulai dari 2.500
sampai di putaran 5.000. Sementara di putaran tengah dari 5.500 sampai
8.000 rpm. Selebihnya untuk putaran atas.
“Perubahan timing sebaiknya dilakukan
secara bertahap per 1º. Bisa dimajukan atau dimundurin. Pokoknya sampai
dirasakan laju motor jadi lebih baik,” terangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar